Rabu, 12 Februari 2014

Karya Tulis Ilmiah



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Angka Kematian Ibu di Indonesia masih cukup tinggi bahkan tertinggi di Association of South East Asia Nations (ASEAN) yakni 307 kematian per 100.000 kelahiran hidup. AKI di Filipina 170 kematian per 100.000 kelahiran hidup, di Thailand 44 kematian per 100.000 kelahiran hidup, Brunai 39,0 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan di Singapura 6 kematian per 100.000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (25%), eklampsia (13%) dan sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi abortus tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%). Penyebab tidak langsung kematian ibu merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan misalnya malaria, anemia, Human Immunodefisiensin Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit kardiovaskuler (Sarwono, 2008).
Perdarahan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak. Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan, dan pada kehamilan muda sering dikaitkan dengan kejadian abortus (Sarwono, 2008).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus yang berlangsung tnpa tindakan adalah abortus spontan, sedangkan abortus yang terjadi dengan sengaja atau dengan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis. Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Pertimbangan dilakukan minimal tiga dokter spesialis yaitu spesialis kebidanan dan kandungan, spesialais penyakit dalam, dan spesialis jiwa.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur kehamilannya, hanya sedikit yang memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor atau berobat. Sementara itu dari kejadian yang yang diketahui, 15 – 20 % merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik, sekitar 5 %  dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami dua keguguran yang berurutan, dan sekitar 1 % dari pasangan yang mengalami  tiga atau lebih keguguran yang berurutan.
Rata – rata terjadi 114 kasus aborus per jam. Sebagian besar studuy menyatakan kejadian abortus spontan antara 15 – 20 % dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abotus sebenarnya bisa mendekati 50 %. Hal ini dikarenakan tingginya ngka chemical pregnancy loss yang tidak bisa diketahui pada 2 – 4 minggu stelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan kehamilan ini dikarenakan kagagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit). Pada 1988 Wilcox dan kawan kawan mwlakikan studi terhadap 221 perempuan yang diikuti selama 707 siklus haid total. Didapatkan total 198 kehamilan, dimana 43 (22 %) mengalami abortus sebelum saat haid berikutnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang ingin kami ketahui yaitu :
1.     Apa yang menyebabkan terjadinya abortus pada kehamilan muda ?
2.       Apa macam – macam aobrus yang sering terjadi pada kehamilan muda?

C.     Tujuan Penelitian
Ada pun tujuan penelitian yaitu :
1.      Ingin mengetahui penyebab terjadinya abortus pada kehamilan muda !
2.      Ingin mengetahui macam – macam abortus yang sering terjadi pada kehamilan muda !

D.    Manfaat Penulisan
1.      Manfaat Ilmiah
Manfaat dalam penulisan karya ilmiah ini yaitu dalam rangka memenuhi tugas sebagai syarat untuk mengikuti final test. Bukan hanya itu karya ilmiah ini di tulis agar dapat bermanfaat dan menjadi suatu pelajaran untuk kita bisa mengetahui penyebab dan mecam – macam abortus yang biasa terjadi pada kehamilan muda.
2.      Manfaat Bagi Penulis
Merupakan pengalaman paling berharga bagi penulis, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan khususnya dalam memberikan asuhan kebidanan mengenai cara mencegah terjadinya abortus pada kehamilan muda.








BAB II
 TINJAUAN PUSTAKA
A.    Landasan Teori
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang 500 gram. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (25%), eklampsia (13%) dan sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi abortus tidak aman (13%), dan sebab-sebab lain (8%). Penyebab tidak langsung kematian ibu merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan misalnya malaria, anemia, Human Immunodefisiensin Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit kardiovaskuler (Sarwono, 2008).
Abortus menurut beberapa pendapat :
1.      Abortus adalah kegagalan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram (Manuaba, 2007).
2.      Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan  dengan berat  kurang  dari 1000 gram atau  usia kehamilan kurang dari 28 minggu ( Chandranita, 2010).
3.      Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 garm (Sajiyatini, 2009).
4.      Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilanya kurang dari 20 minggu (Syafrudin, 2009).
5.      Menurut Wong & Ferry, abortus adalah terminasi dari kehamilan sebelum viabilitas fetus tercapai (20-40 minggu) dengan berat fetus 500 gram (Maryunani, 2009).
6.      Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum bapat hidup diluar kandungan (Sarwono, 2008).
Abortus memiliki beberapa penyebab yaitu :
1.      Genetic
2.      Anatomic
3.      Autonium
4.      Infeksi
5.      Lingkungan
6.      Hormonal
7.      Hematologic
Macam – macam abortus :
1.      Iminiens
2.      Isipiens
3.      Kompletus
4.      Inkompletus
5.      Missed abortion
6.      Habitualis
7.      Infesious dan septic
8.      Anembrionik
B.     Hasil Penelitian yang Relevan
Abortus Inkomplit Oleh Kurniawati
1.      Tinjauan Tentang Perdarahan Pada Kehamilan Muda
Perdarahan pada kehamilan muda adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 22 minggu (Maryunani, 2009).
Dikenal beberapa batasan tentang peristiwa yang ditandai dengan perdarahan pada kehamilan muda.
a.     Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah inplamtasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri (Sujiyatini, 2009).
1)       Gejala kehamilan ektopik :
a)      Amenorhea : lamanya amenorea bervariasi dari bebebrapa hari sampai beberapa bulan.
b)      Terjadi nyeri abdomen : nyeri abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah. Rasa nyeri dapat menjalar keseluruh abdomen tergantung dari perdarahan didalamnya.
c)      Perdarahan : terjadi abortus atau ruptur kehamilan tuba terdapat perdarahan kedalam cavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi yang menyebebkan nadi meningkat, tekanan darah menurun, sampai jatuh kedalam keadaan syok (Maryunani, 2009).

2)      Penanagan kehamilan ektopik
a)      Penaganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi. Pada lapara tomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
b)      Keadaan umum penderita terus di perbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
c)      Dilakukan pemantauan kadar HCG yang berlangsung terus menerus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
d)     Dapat pula dengan transpusi darah, infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotik dan antiinflamasi dan harus dirawat inap di rumah sakit (Sujiyatini, 2009)
b.      Mola Hidatidosa
Kehamilan mola merupakan suatu tumor plasenta yang terjadi saat perkembangan embrionik berasal dari sel trofoblas yang berkembang dalam plasenta (Geri Morgan, 2009).
1)      Gambaran klinis yang biasa timbul pada kehamilan molahidatidosa
a)      Amenore dan tanda-tanda kehamilan
b)      Perdarahan pervaginam berulang
c)      Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
d)     Tidak teraba bagian janin dan tidak terdengarnya DJJ
e)   Preeklamsi dan eklampsia yang terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu.
2)      Penaganan
a)   Perbaiki keadaan umum pada pasien molahidatidosa : koreksi dehidrasi, transpusi darah bila ada anemia dan bila ada gejala preeklamsi dan hiperremesis gravidarum.
b)   Kuretase
c)   Histerektomi dengan syarat umur ibu 35 tahun atau lebih dan sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih
d)   Pemeriksaan tindakan lanjut meliputi : lama pengawasan 1-2 tahun, pasien dianjurkan memakai alat kontrasepsi, pemeriksaan HCG, setelah 1 tahun kadar HCG normal maka pasien tersebut dapat menghentikan kontrasepsidan dapat hamil kembali, dan bila kadar HCG tetap atau miningkat maka pesien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi (Sajiyatini, 2009).
c.       Abortus
Keguguran  atau abortus adalah dikeluarkannya hasil konsepsi sebelum  mampu hidup  diluar  kandungan dengan berat badan kurang
dari 1000 gram atau kehamilan kurang dari 28 minggu.
Berdasarkan kejadiannya abortus bagi dibagi menjadi dua yaitu:
1.   Abortus spontan terjadi tanpa ada unsur tindakan dari luar dan dengan kekuatan sendiri
2.   Abortus buatan sengaja dilakukan sehingga kehamilan dapat di akhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsi dapat dilakukan berdasarkan:
a.   Indikasi medis menghilangkan kehamilan atas indikasi ibu, untuk dapat menyelamatkan jiwanya. Indikasi medis tersebut diantaranya, penyakit jantung, ginjal atau hati yang berat, ganguan jiwa ibu, dijumpai kelainan bawaaan berat dengan pemeriksaan ultrasonografi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim.
b.   Indikasi sosial pengguran kandungan dilakukan atas dasar aspek sosil menginginkan jenis kelamin tertentu, tidak ingin punya anak, jarak kehamilan terlalu pendek, belum siap untuk hamil, kehamilan yang tidak diinginkan (Manuaba, 2010).
2.      Tinjauan Tentang Abortus Inkomplit
a.       Pengertian
a)      Abortus adalah kegagalan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin kurang dari 1000 gram (Manuaba, 2007).
b)      Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup diluar kandungan  dengan berat  kurang  dari 1000 gram atau  usia kehamilan
c)      kurang dari 28 minggu ( Chandranita, 2010).
d)     Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 garm (Sajiyatini, 2009).
e)      Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilanya kurang dari 20 minggu (Syafrudin, 2009).
f)       Menurut Wong & Ferry, abortus adalah terminasi dari kehamilan sebelum viabilitas fetus tercapai (20-40 minggu) dengan berat fetus 500 gram (Maryunani, 2009).
g)      Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum bapat hidup diluar kandungan (Sarwono, 2008).
h)      Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagaian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servikal yang tertinggal pada desidua atau plasenta ( Ai Yeyeh, 2010).
i)        Berdasarkan pengertian diatas maka kesimpulan yang dapat ditarik  bahwa abortus adalah keluarnya hasil konsepsi dari dalam rahim sebelumkehamilan mencapai 20 minggu dan berat kurang dari 500 gram.
b.      Klasifikasi Abortus
1)      Abortus Spontan
Abortus spontan yang terjadi dengan tidak diketahui faktor-faktor  mekanis ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor  alamiah  atau  terjadi  tanpa  unsur  tindakan  diluar dan dengan
kekuatan sendiri. Dimana abortus spontan dapat dibagi atas:
a)      Abortus kompletus (keguguran lengkap) adalah pengeluaran semua hasil konsepsi dengan umur kehamilan > 20 minggu kehamilan lengkap (Martin, 2009).
b)      Abortus insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pengeluaran sebagian atau seluruhnya (Martin, 2009).
c)      Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian tetapi tidak semua hasil konsepsi pada umur > 20 minggu kehamilan lengkap (Martin, 2009).
d)     Abortus imminens adalah perdarahan intrauteri pada umur < 20 minggu kehamilan lengkap dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Hasil kehamilan yang belum viabel berada dalam bahaya tetapi kehamilannya terus berlanjut (Martin, 2009).
e)      Missed abortion (keguguran tertunda) adalah kematian embrio atau janin berumur < 20 minggu kehamilan lengkap tetapi hasil konsepsi tertahan dalam rahim selama ≥ 8 minggu (Martin, 2009).
f)       Abortus habitualis adalah kehilangan 3 atau lebih hasil kehamilan secara spontan yang belum viabel secara berturut-turut (Martin, 2009).
g)      Abortus infeksiosus  adalah  abortus yang disertai  infeksi genetalia interna  sedangkan  abortus sepsis  adalah abortus terinfeksi dengan
h)      penyebaran bakteri melalui sirkulasi ibu ( Martin, 2009).
2)      Abortus Provocatus
Abortus provocatus adalah tindakan abortus yang disengaja dilakkukan
untuk menghilangkan kehamilan sebelum umur 28 minggu atau berat janin 500 gram, abortus ini dibagi lagi menjadi sebagai berikut:
a)      Abortus medisinalis adalah abortus yang dilakukan atas dasar indikasi vital ibu hamil jika diteruskan kehamilannya akan lebih membahayakan jiwa sehingga terpaksa dilakukan abortus buatan. Tindakan itu harus disetujui oleh paling sedikit tiga orang dokter (Manuaba, 2007).
b)      Abortus kriminalis adalah abortus yang dilakukan pada kehamilan yang tidak diinginkan, diantaranya akibat perbuatan yang tidak bertanggung jawab, sebagian besar dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih sehingga menimbulkan komplikasi (Manuaba, 2007).
3.      Etiologi Abortus

Penyebab keguguran sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut:
a.       Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena :
1)   Faktor kromosom, gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks.
2)   Faktor lingkungan endometrium
a)   Endometrium  yang  belum  siap  untuk  menerima  implantasi
hasil konsepsi.
b)   Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek
3)      Pengaruh luar
a)      Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi
b)      Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu.
b.      Kelainan Pada Plasenta
1)   Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi.
2)   Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang diantaranya pada penderita diabetes mellitus
3)   Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran.
c.       Penyakit Ibu
Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetesmilitus.
d.      Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas  operasi  pada serviks ( konisasi, amputasi serviks ), robekan serviks postpartum (Manuaba, 2010).
4.      Tanda dan Gejala Abortus Inkomplit
a.       Abortus inkomplit ditandai dengan dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga sisanya memberikan gejala klinis sebagai berikut:
1)      Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis
2)      Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat
3)      Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi
4)      Dapat terjadi degenerasi ganas/koriokarsinoma (Manuaba, 2010).
b.    Gejala lain dari abortus incomplit antara lain:
1)      Perdarahan biasa sedikit/banyak dan biasa terdapat bekuan darah .
2)      Rasa mules (kontraksi) tambah hebat.
3)      Ostium uteri eksternum atau serviks terbuka.
4)      Pada pemeriksaan vaginal, jaringan dapat diraba dalam cavum uteri atau  kadang-kadang sudah  menonjol dari eksternum atau sebagian
jaringan keluar.
4)      Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikeluarkan dapat menyebabkan syok (Maryunani, 2009).


5.      Komplikasi Abortus
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,infeksi dan syok.    
a.   Perdarahan
 Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila petolongan tidak diberikan pada waktunya.
b.   Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperrentrofleksi.
c.   Infeksi
Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan erat dengan suatu abortus yang tidak aman.
d.    Syok 
Syok pada abortus bias terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (Sujiyatini, 2009).
6.      Diagnosa Abortus   
Diagnosa abortus diperlukan beberapa kriteria sebagai berikut:
a.       Terdapat keterlambatan datang bulan
b.      Terjadi perdarahan
c.       Disertai sakit perut
d.      Dapat diikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
e.       Pemeriksaan hasil tes hamil dapat masih positif atau sudah negatif
Hasil pemeriksaan fisik terhadap penderita bervariasi:
1)   Pemeriksaan fisik bervariasi tergantung jumlah perdarahan.
2)   Pemeriksaan fundus uteri
a)      Tinggi dan besarnya tetap dan sesuai umur kehamilan 
b)      Tinggi dan besarnya sudah mengecil
c)      Fundus uteri tidak teraba diatas sympisis
3)      Pemeriksaan dalam
a)   Serviks uteri masih tertutup 
b)   Serviks sudah terbuka dan dapat teraba ketubandan hasil konsepsi dalam kavum uteri pada kanalis servikalis
c)   Besarnya rahim (uterus) telah mengecil
d)   Konsistensinya lunak (Sujiyatini, 2009).
4)      Pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita anemia, penyakit  radang  panggul, gejala abortus atau  keluhan  nyeri   tidak biasanya (Saifuddin, 2006).
7.      Patofisiologi Abortus
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti nerloisi jaringan yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Sehingga menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Apabila pada kehamilan kurang dari 8 minggu, nilai khorialis belum menembus desidua serta mendalam sehingga hasil konsepsi dapat keluar seluruhnya. Apabila kehamilan 8-14 minggu villi khoriasli sudah menembus terlalu dalam hingga plasenta tidak dapat dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan dari pada plasenta.
Apabila mudigah yang mati tidak  dikeluarkan dalam  waktu singkat,
maka dia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses modifikasi janin mengering dan karena cairan amion menjadi kurang oleh sebab diserap. Ia menjadi agak gepeng. Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis.
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi, kulit terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terasa cairan dan seluruh janin bewarna kemerah-merahan (Ai Yeyeh, 2010).
8.      Gambaran Klinis dan Penanganan Abortus Inkomplit
a.       Gambaran klinis abortus inkomplit
Pada pemeriksaan dapat dijumpai gambaran sebagai berikut:
1)         Kanalis servikalis terbuka 
2)         Dapat diraba jaringan dalam rahim atau kanalis servikalis
3)         Dengan pemeriksaan inspekulum perdarahan bertambah
4)         Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
5)         Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran
6)         menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal
7)         atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
8)         Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri pingang akibat kontraksi uterus (Hanafa, 2006).
b.      Penanganan umum abortus :
1)         Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital
2)         Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan, tekanan sistolik kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).
3)         Jika dicurigai terjadi syok, segera  lakukan  penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-tanda syok,tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan syok dengan segera.
4)         Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.
5)         Pasang infus dengan jarum infus besar (16 G atau lebih), berikan larutan garam fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat 500 cc dalam 2 jam pertama (Syaifuddin, 2006).
c.       Penanganan Abortus Inkomplit
1)      Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan <16 0="0" 400="400" atau="atau" berhenti="berhenti" beri="beri" cunam="cunam" dapat="dapat" dengan="dengan" digital="digital" dilakukan="dilakukan" ergometrium="ergometrium" evakuasi="evakuasi" hasil="hasil" im="im" jika="jika" keluar="keluar" konsepsi="konsepsi" melalui="melalui" mengeluarkan="mengeluarkan" mg="mg" minggu="minggu" misoprostol="misoprostol" oral.="oral." ovum="ovum" per="per" perdarahan="perdarahan" secara="secara" serviks.="serviks." span="span" untuk="untuk" yang="yang">
2)      Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan < 16 minggu, evakuasi sisa hasil konsepsi dengan:
a.       Aspirasi Vacum Manual merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia. 
b.      Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrium 0,2 mg im (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu).
3)      Jika kehamilan > 16 mingguan)
a)      Berikan infus  oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis arau RL ) dengan  kecepatan 40 tetes / menit  sampai
b)      terjadi ekspulsi konsepsi. 
c)      Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi(maksimal 80 mg)
d)     Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus
4)   Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan (Syaifuddin, 2006).















C.     Kerangka Pikir


kerangka fikir.jpg

Dari hasil bagan diatas dapat dilihat bahwa penyeban dan jenis – jenis abortus terdiri dari beberapa, dapat dilihat bahwa abortus memiliki beberapa penyebab yang sering mengakibatkan keguguran pada kehamilan muda. Selain itu, macam – macam abortus juga ada beberapa yang sering menyerang wanita pada kehamilan muda.


BAB III
METODE PENELITIAN
A.    Jenis Penelitian
Penelitian Kepustakaan
Penulis mempelajari dan membaca buku serta literature dari berbagai sumber yang berhubungan dengan penyebab dan macam – macam abortus

B.     Lokasi Dan Waktu Penelitian
            Makassar, 24 desember 2013
C.     Metode Pengumpulan Data
Studi Kepustakaan, Penulis mempelajari dan membaca buku serta literature dari berbagai sumber yang berhubungan dengan penyebab dan macam – macam abortus.









BAB IV
PEMBAHASAN
A.  Penyebab Aborus Yang Biasa Terjadi Pada Kehamilan Muda
                  Penyebab abortus ( early pregnancy loss ) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut.
Ø  Factor genetic, translokasi parental genetic
·         Mendelian
·         Mulitifaktor
·         Robertsonia
·         Resiprokal
Ø  Kelainan kogenital uterus
·         Anomalia duktus mulleri
·         Septum uterus
·         Uterus bikornis
·         Inkompetensi serviks uters
·         Mioma uteri
·         Sindroma asherman
Ø  Autonium
·         Aloimun
·         Mediasi imunitas hormonal
·         Mediasi imunitas seluler
Ø  Defek fase luteal
·         Factor endoktrin eksternal
·         Antibody antitroid hormone
·         Sintesis LH yang tinggi
Ø  Infeksi
Ø  Hematologic
Ø  Lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa member gambaran tentang penyebabnya. Sebagai contoh, anthipospholipid syndrome ( APS ) dan inkopentensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama.
1.      Penyebab Genetic
            Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip embrio.  Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimana pun, gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tuggal ( misalnya kelainan mendelian ) atau mutasi pada beberapa lokus ( misalnya gangguan poligenik atau multifactor ) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan sitogenik embrio biasanya berupa aneuploid yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya nondisjunction meoisis atau berupa poloploid dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena kelainan sitogenik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploid ditemukan pada 16 % kejadian abortus, diaman terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma ( dispermi ) sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meoisis selama gametogenesis pada pasien dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis.  Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30 % dari seluruh trisomi, merupakan penyebab terbanyak.semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom 1. Sindroma turner merupakan penyebab 20 – 25 % kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga dari fetus dengan sindroma down ( trisomi 21 ) bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk memeriksa genetic amniosentesis pada semua ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu diata usia 35 tahun. Risiko ibu terkena eneuploid adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun. Karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan meningkat setelah usia 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal ( tetraploidi, triploidi). Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelngsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada 8 % kejdian abortus akibat kelainan kromosom, dimana terjadi pada fase sangat awal sebelum proses kehamilan.
Struktur kromosom terjadi pada kategori ketiga. Kaelainan struktur terjadi pada sekitar 3 % kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan pada terjadinya keguguran.
Kelainan yangbiasa terjadi juga adalah kelainan gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang bisa mengganggu proses implansi bahkan menyebabkan abortus. Contoh untuk kelaianan gen tunggal yang sering menyebabkan abortus berualang adalah myotonic dystrhopy, yang berupa autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif dan penyebab abortusnya mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga karena adanya mosaikgonad pada ovarium atau testis.
Gangguan jarinagan kolektif lain, misalnya sindroma marfan, sindroma Ehlers-danlos, homosisteinuri dan pseudoaxanthoma elastic. Juga pada perempuan dengan sickle cell anemia berisiko tinggi mengalami abortus. Hal ini karena adanya mikroinfark pada plasenta. Kelainan hematologic lain yang menyebabkan abortus misalnya disfibrino genemi, defisiensi factor XIII, dan hipofibrinogenemi afibringenemi kogenital.
Abortus berulang bisa disebebkan oleh penyatuan dari dua kromosom yang abnormal, diaman bila kelainannya hanya pada salah – satu orang tua, factor tersebut tidak diturunkan. Studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan kariotip pada kejadian abortis, maka kehamilan berikutnya juga berisiko abortus.
2.       Penyebab Anatomik
Defek  anatomic uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obsetrik, seperti abortus berulang, prematurita, serta malpresentasi janin.  Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200  sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomaly uterus pada 27 % pasien. Studi oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sanpai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami persalinan abnormal ( premature, sungsang ). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan kelainan anatomic uterus adalah septum uterus (40 – 80 %), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikronis ( 10 – 30 % ). Mioma uteri bisa menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara 10 – 30 % pada perempuan usia reproduksi. Sebagian besar mioma tidakk memberikan gejala, hanya yang berukuran besar atau memasuki kavum uteri ( submukosum ) yang akan menimbulkan gangguan. 
Sindroma asherman bisa menyababkan gangguan tempat implansi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Risiko abortus antara 25 – 80 %, bergantung pada berat ringannya gangguan. Untuk mendiagnosis kelainan ini bisa digunakan histerosalpingografi ( HSG ) dan ultrasonografi ( USG ).
3.       Penyeban Autonium
            Terdapat hubungan antara abortus yang berulang dan penyait autonium. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE ) dan Antiphospolipid Anthibodies (aPA). aPA merupakan antibody spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara pasien SLE sekitar 10 %, disbanding populasi umum. Bila digabung dengan peluang dengan terjadinya pengakhiran kehamilan trimester 2 dan 3, maka diperkirakan 75 % pasien dengan SLE akan berakhir dengan terhentinya kehamilan. Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan dengan sisi negative dan fosfolipid. Ada 3 bentuk aPA yang diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), Anti Cardiolipin Antibodies (aCLS), dan  Biologically False-Positive Untuk Syphilis ( FP – STS ). APS juga ditemukan pada beberapa keadaan obsetrik, misalnya pada preklamsia, IUGR dan prematuritas.
            The International Consensus Workshop pada tahun 1998 mengajukan klasifikasi criteria untuk APS, yaitu meliputi:
Ø  Trombosis vascular
·         Satu atau lebih episode thrombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
·         Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi
Ø  Komplikasi kehamilan
·         Tiga tau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tnpa kelainan antomik, genetic, atau hormonal.
·         Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal
·         Satu atau lebih persalinan preatur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preklamsia berat atau insufisiensi plasenta yang berat
Ø  Kriteria laboratorium
·         aCL: IgG dan atau IgM kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih pemeriksaan dengan jarak dari atau sama dengan 6 minggu
·         aCL diukur dengan metode ELISA standar
Ø  Antibody fospolipid/antikoagulan
·         Pemanjangan test srining koagulasi fosfolipid ( misalnya aPTT, PT, dan CT)
·         Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet normal
·         Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid
·         Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin
aPA ditemukan kurang dari 2 % pada perempuan hamil yang sehat, kurang dari 20 % pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dri 33% pada perempuan dengan SLE. Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas, akibat adanya atherosis dan oklusi vascular kini dianjurkan pemeriksaan darah terhadap β-2glikoprotein 1 yang lebih spesifik.
            Pemberian antic koagulan misalnya, aspirin, heparin, IL-3 intravena menunjukkan hasil yang efektif. Pada percobaan binatang, kerja IL-3 adalah menyerupai growth hormone  plasenta dan melindungi kerusakan jaringan plasenta.
4.      Penyebab Infeksi
               Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan – kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucelliosis. Beberapa jenis organism tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain:
Ø    Bacteria
·                        Listeria monositogenesis
·                        Klamidia trakomatis
·                        Ureaplasma urealitikum
·                        Mikoplasma homonis
·                        Bacterial vaginosis
Ø    Virus
·                        Sitomegalavirus
·                        Rubella
·                        Herpes simpleks virus (HVS)
·                        Human immunodeficiency virus (HIV)
·                        Parvovirus
Ø    Parasit
·                        Toksoplasmosis gondii
·                        Plasmorium falsiparum
Ø    Spirokaeta
·    Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus /EPL, diantaranya sebagaiberikut:
v    Adanya metabolic toksik, endotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.
v    Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingg janin sulit bertahan hidup.
v    Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
v    Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah ( misal, mikoplasma bominis, klamidia, ureaplasma urealitikum, HVS) yang bisa mengganggu proses implantasi.
v    Amnionitis ( oleh kuman gram-positif dan gram-negatif, Listeria monositogenes).
v    Memacu perubahan genetic dan anatomic embrio, umumnya oleh karena virus selama kehamilan awal ( misalnya rubella, parvovirus B19, sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegalovirus CMV, HSV).
5.       Fakror Lingkungan
           Diperkirakan 1 – 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsure toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplaenta. CO juga menurunkan pasokan O ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada system sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakinat terjadinya abortus.
6.       Faktor Hormonal
v  Diabetes mellitus
Perempuan dengan diabetes yang dikelola dengan baik abortusnya tidak lebih jelek jika dibandingkan perempuan tanpa diabetes. Akan tetapi perempuan dengan kada HbA1c tinggi pada trimester pertama, risiko abortus dan malformasi meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan control glukosa tidak adekuat punya peluang 2 – 3 kali lipat mengalami abortus.
v  Kadar progesterone yang rendah
Progesterone mempunyai peran yang penting dlam mempengaruhi reseptivitas endometrium terhadap implantasi embrio. Pada tahun 1929, Allen dan Corner mempublikasikan tentang proses fisiologi korpus luteum, sejak itu diduga bahwa kadar progesterone yang rendah berhubungan dengan risiko abortus.
v  Defek fase luteal
Jones (1943) yang pertama kali mengutarakan konsep insufisiensi progesterone saat fase luteal, dan kejadian ini dilaporkan pada 23 – 60 % perempuan dengan abortus berulang. pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus lebih dari atau sama dengan 3 kali, didapatkan 17 % kejadian defek fase luteal. Dan 50 %  perempuan dengan histology defek fase luteal punya gambaran progesterone yang normal.
v  Pengaruh hormonal terhadap imunitas desidua
Prubahan endometrium jadi desidua mengubah semua sel pada mukosa uterus. Perubahan morfologi dan fungsional ini menduung proses implantasi juga proses migrasi trofoblas dan mencegah infasi yang berlebihan pada jaringan ibu. Di sini peran penting interaksi antara trofoblas ekstravillous dan infiltrasi leukosit pada mukosa uterus.
7.       Faktor Hematologic 
           Bebrapa kasus abortus berulang dtaandai dengan defek plesentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memgang peran penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi dikarenakan:
v Penigkatan kadar factor prokoagulan
v Penurunan factor antikoagulan
v Penurunan aktivitas fibrinolitik
Kadar factor VII, VIII, X dan fibrinogen meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 bulan.
           Bukti lain menunjukkan sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan – kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4 – 6 minggu, dan penurunan fungsi prostasiklin saat usia kehamilan 8 – 11 minggu. Perubahan rasio trombosan-prostasiklin memacu vasospasme serta agresgrasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis plasenta.



B.  Macam – Maam Abortus
1.      Abortus Iminens
           Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil hasil konsepsi masih baik dalam kandungannya.
           Diagnosis abortus iminiens biasanya diawaoi dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penerita mengeluh mulas sedikit atau tidk ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup besarnya uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes kehamilan urin masih positif. Untuk menentukan prognosis abortus iminiens dapat diliha dengan kadar hormone hCG pada urin dengan cara melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes urin masih positif keduanya maka prognosisnya adalah baik, bila pengeceran 1/10 hasilnya negative maka prognosisnya adalah malam. Pengelolaan penderita ini sangat bergantung pada informed consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasanatau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerakan janin diperhatikan disamping ada tidaknya hematoma retroplsenta atau pembukaan kanalis serviks. Pemeriksaan USG dapat dilakukan dengan baik secara transabdominal maupun transvaginal.
Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi tambahan hormone progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus. Obat –obatan ini walaupun secara statistic kegunaanya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan.
2.      Abortus Insipiens
           Abortus yang sedang mengancam ditandai dengan servik telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
           Pnderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahnnya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan didapati pembearan uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukannya.
Pengolaan penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjad dan segera dilakukan tindakan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi diusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi telur angsa tindakan eekuasi dan kuretasi haris hati – hati, kalau perlu dilakukan evakuasi dengan cara digital yang kemudian diusul dengan tindakan kuretae sambil diberikan uterotonika.
3.      Abortus Kompletus  
           Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin 500 gram.
Semua hasi konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai umur kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih psitif sampai 7 – 10 hari setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.
4.      Abortus Inkompletus
           Batasan ini juga masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal didalam uterus daman pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis asih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan uterus. [asien dapat jatuh dalam keadaan anemia atao syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien haris diawali dengan perhatian terhadap keadaam umudan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretasi. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, dikavum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.
Bila terjadi perdarhan hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasi konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan kuretasi.
5.      Missed Abortion
           Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda – tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Kadang kala missed abortus juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin berhenti. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah satu minggu terhentinya kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, bentuknya tidak beraturan sesuai gambaran fetus yang tidak ada tanda – tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah leh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagualasi sebelum tindakan evekuasi dan kuretasi. Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Factor mental penderita perlu diperhatikan, karena penderita umumnya merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infuse intravena cairan iksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500cc dekstrose 5 % tetesan 20 tetes per  menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau hasil konsepsi berhasil dikeluarkan dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.
6.       Abortus Habitualis
Aborus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut – turut.
         Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali, teteapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara  berturut-turut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41 % dari seluruh kehamilan.
Penyebab abortus habitualis selain factor anatomis banyak yang mengaitkannya dengan reaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfuse leukosit atau heparinasi.
Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkonpetensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk dapat tetap bertahan menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka (inkompten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan in sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan seriks yang berlebihan, perobekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis serviks sudah melebar.
Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam atau insepkulo kita bisa menilai diameter kanalis servikalis dan didapati selaput ketuban yang mulai menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8 mm. Untuk itu, pengelolaan penderita inkompetensia sarviks sianjurkan untuk periksa hamil seawall mungkin dan bisa dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12 – 14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis serikalis dengan benang sutera  yang tebal dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bai siap dilahirkan.
7.       Abortus Infeksious, Abortus Septic
Abortus Infeksious ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia. Abortus Septic ialah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum ( septicemia dan pertinitis ).
Kejadian ini merupakan salah – satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.
Abortus Infeksious dan abortus septic perlu segera mendapatkan pengelolaan yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain disekitar alat genetalia juga kerongga peritoneum, bahkan dapat keseluruh tubuh ( sepsis, septicemia ) dan dapat jatuk keadaan syok septic.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dengan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangancairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan hasi kultur dan sensituvitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan pensislin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4 x 1 gram ditambah gentamisin 2 x 80 mg dan metronidazol 2 x 1 gram.
Antibiotic dilannjutkan sampai dua hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respon harus diganti dengan antibiotic yang lebih sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus dengan larutan peroksida (H2O) kalau perlu histerektomi total secepatnya.
8.       Kehamilan Anembrionik ( Blighted Ovum )
Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi dimana mudigah tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong getasi tetap terbentuk. Disamping mudigah, kantong kuning telur juga ikut terbentuk. Kelainan ini merupakan suatu kelainan kehamilan yang baru terdeteksi setelah berkembangnya USG. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin didalamnya. Biasanya sampai sekitar 14 – 16 minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan, kalinan kehamilan ini mungkin banyak menganggap sebagai abortus biasa. Diagnosis kehamilan anembrionik ditegakkan pada usia kehamilan 7 – 8 minggu bila pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi yang tidak berkembang atau pada diameter 2,5 cm yang tidak disertai adanya gambaran mudigah. Untuk itu, bila pada saat USG pertama kita mendapatkan gambaran seperti ini perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai struktur mudigah atau kantong kuning telur dan diameter kantong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik.








BAB V
PENUTUP
A.    Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa penyebab abortus itu bermacam – macam yaitu :
·         Factor genetic
Kurang lebih 50 % aborsi spontan terjadi karena factor genetic .
·         Kelainan kogenital uterus
·         Autonium
·         Defek fase luteal
·         Infeksi
Beberapa jenis organisme yabg berdampak pada abortus:
Ø  Bacteria
·         Listeria monositogenesis
·         Klamidia trakomatis
·         Ureaplasma urealitikum
·         Mikoplasma homonis
·         Bacterial vaginosis
Ø  Virus
·         Sitomegalavirus
·         Rubella
·         Herpes simpleks virus (HVS)
·         Human immunodeficiency virus (HIV)
·         Parvovirus
Ø  Parasit
·         Toksoplasmosis gondii
·         Plasmorium falsiparum
Ø  Spirokaeta
·         Treponema pallidum

·         Hematologic

·         Factor Hormonal
·         Lingkungan
Macam – macam abortus sendiri terdiri dari beberapa
·         Abortus iminens
·         Abortus insipiens
·         Abortus kompleks
·         Abortus inkompletus
·         Missed bortion
·         Abortus habitualis
·         Abortus infeksious, Abortus septic
·         Kehamilan anembrionik
B.     Saran
Dari hasil penelitian terdapat beberapa macam penyebab abortus jadi marilah kita meningkatkan pendidikan kesehatan agar masalah abortus dapat dikurangi sehingga ancaman perdarahan bagi kehamilan muda tidak membuat wanita hamil mejadi takut.












DAFTAR PUSTAKA
Byrne JL, Ward K. Genetic Factors in Recurrent Abortion, Chlin Obstet Gynecol, 1994 sept, 37(3):693-704
Manuaba, I.B.G, 2007, Pengantar Kuliah Obstetri, Cetakan I, EGC, Jakarta
-, I.A.C,  2010,  Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan, (edisi 2),  EGC, Jakarta.
Maryunani Anik, 2009, Asuhan Kegawadaruratan Dalam Kebidanan, TIM,
Jakarta.
Meiliya Eny, 2010, Buku Saku Kebidanan, EGC, Jakarta
Morgan Geri, 2009, Panduan Praktik Obstetri & Ginekologi, Cetakan I, EGC,
Jakarta.
Pernoll Martin, L, 2008, Buku Saku Obstetri & Ginekologi, (edisi 9), Cetakan
pertama, EGC, Jakarta.
Rukiyah Ai Yeyeh, 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan), TIM,
Jakarta.
Sarwono, 2008, Ilmu Kebidanan, (edisi keempat), Cetakan pertama, PT-BPSP,
Jakarta.
Sujiyatini, 2009, Asuhan Patologi Kebidanan, Cetakan pertama, NM, Jogjakarta.
Syafrudin, 2009, Kebidanan Komunitas, Cetakan I, EGC, Jakarta.
Syaifuddin, A.B, 2006, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal, Edisi I, Cetakan 11, YBP-SP, Jakarta.
Wiknjosastro Hanifa, dkk, 2006, Ilmu Kebidanan, (edisi ketiga), Cetakan kelima,
YBP-SP, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar