Minggu, 19 April 2015

kekurangan energi protein



BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Kekurangan Energi Protein (KEP) akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein atau keduanya, tidak tercukupi dengan diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain. Sindrom kwashiorkor terjelma manakala defisiensi lebih menampakkan dominasi protein, dan marasmus termanifestasi jika terjadi kekurangan energy yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini, marasmik-kwasiorkor, juga tidak sedikit, meskipun sulit menentukan kekurangan apa yang lebih dominan.
Kekurangan energi protein dikelompokkan menjadi KEP primer dan sekunde. Ketiadaan panganmelatarbelakangi KEP primer yang mengakibatkan berkurangnya asupan. Penyakit yang mengakibatkan pengurangan asupan, gangguan serapan dan utilisasi pangan, serta peningkatan kebutuhan (dan/atau kehilangan) akan zat gizi dikategorikan sebagai KEP sekunder.
Keparahan KEP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, atau terlambat tumbuh, sampai ke sindrom klinis yang nyata, dan tidak jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin, serta mineral.
Setidaknya, ada 4 faktor yang melatarbelakangi KEP, yaitu : masalah sosial, ekonomi, biologi, dan lingkungan. Kemiskinan, salah satu determinan social-ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan pangan, tempat mukim yang berjejalan, kumuh dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses fasilitas kesehatan. Ketidaktahuan, baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan, menimbulkan salah paham tentang cara merawat bayi dan anak yang benar, juga salah mengerti mengenai penggunaan bahan pangan tertentu dan cara member makan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal lain yang juga berpotensi menumbuhsuburkan KEP dikalangan bayi dan anak adalah penurunan minat dalam member ASI yang kemudian diperparah pula dengan salah persepsi tentang cara menyapih. Selain, distribusi pangan dalam keluarga terkesan masih timpang.
Tempat tingggal yang berjejalan dan tidak bersih menyebabkan infeksi sering terjadi. Prosedur penyimpanan hasil produksi pasca panen yang buruk mengakibatkan bahan pangan cepat rusak. Bencana alam, perang, atau migrasi paksa telah terbukti mengganggu distribusi pangan.
Penyalahgunaanana, ketidak berdayaan kaum ibu, penelantaran lansia, kecanduaan alcohol dan obat, pada akhirnya berujung pula sebagai KEP. Selain itu, budaya yang menabukan makanan tertentu (terutama terhadap balita dan serta ibu hamil dan menyusui) dan mengonsumsi bahan bukan pangan akan memicu sekaligus melestarikan KEP.
Komponen biologi yang menjadi latar belakang KEP, antara lain, malnutrisi ibu, baik sebelum maupun selama hamil, penyakit infeksi, serta diet rendah energy dan protein. Seorang ibu yang mengalami KEP  selama kurun waktu tersebut pada gilirannya akan melahirkan bayi berberat badan rendah. Tanpa ketersediaan pangan yang cukup, bayi KEP tersebut tidak akan mampu mengejar ketertinggalannya, baik kekurangan berat semasa dalam kandungan maupun setelah lahir.
Penykit infeksi berpotensisebagai penyokong atau pembangkit KEP. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran napas kerap menghilangkan napsu makan. Penyakit saluran pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntahdan gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat-zat gizi dalam jumlah besar. Percepatan proses katabolisme meningkatkan kebutuhan sekaligus menambah kehilangan zat-zat gizi.
Kekurangan Energi Protein sesungguhnya berpelung menyerang siapa saja terutama bayi dan anak yang tengah bertumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1 tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Jika dialami oleh anak yang berumur lebih tua, kondisi tersebut biasanya ringan karena mereka pada umumnya telah pandai “ mencari makan” sendiri. Remaja, dewasa muda (utamanya pria), wanita tidak hamil dan tidak menyusui, memiliki angka prevalensi paling rendah.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian KEP
2.      Apa penyebab kekurangan energi protein
3.      Apa jenis – jenis kekurangan energi protein
4.      Penanggulangan kekurangan energi protein
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian KEP
2.      Untuk mengetahui penyebab kekurangan energi protein
3.      Untuk mengetahui jenis – jenis kekurangan energi protein
4.      Untuk mengetahui kekurangan energy protein













BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam  makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS, (DEPKES RI,1997).
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Kurang energy protein merupakan keadaan kuang gizi yang disebakan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes 1999). KEP itu sendiri dapat digolongkan menjadi KEP tanpa gejala klinis dan KEP dengan gejala klinis. Secara garis besar tanda klinis berat dari KEP adalah Marasmus, Kwashiorkor, dan Marasmus-Kwashiorkor.
Sedangkan menurut Jellife (1966) dalam Supariasa, I.D.Nyoman (2002) dikatakan bahwa KEP merupakan istilah umum yang meliputi malnutrition, yaitu gizi kurang dan gizi buruk termasuk marasmus dan kwashiorkor.
KEP merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi maupun protein dalam proporsi yang berbeda-beda, pada derajat yang ringan sampai berat.   Beberapa pengertian Kurang Energi Protein (KEP):
·         KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-NCHS.
·         stilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar (tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan tengkorak  (Daldiyono dan Thaha, 1998).
·         KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebut marasmus, kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor (Soekirman (2000).
·         KEP terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori dan protein atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebih dominan ketimbang yang lain.
Almatsier (2004) mengatakan KEP adalah sindroma gabungan antara dua jenis kekurangan energi dan protein, dimana sindroma ini merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia.
Beberapa tipe Kurang Energi Protein (KEP) dapat disebutkan, bahwa KEP atau gizi buruk pada tingkat ringan atau sedang, belum menunjukkan gejala sakit. Masih seperti anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya, tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus. Sedangkan bagi KEP yang tingkat berat yang disertai dengan gejala klinis disebut marasmus atau kwashiorkor, dimasyarakat lebih dikenal sebagai “busung lapar”.
Jika kondisi KEP cukup berat dikenal dengan istilah marasmus dan kwashiorkor, masing-­masing dengan gejala yang khas, dengan kwashiorkor dan marasmik ditengah-tengahnya. Pada semua derajat maupun tipe KEP ini terdapat gangguan pertumbuhan disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi tipenya. Klasifikasi KEP digunakan untuk menentukan prevalensi KEP disuatu daerah dengan melihat derajat beratnya KEP, hingga dapat ditentukan persentase gizi kurang dan berat di daerah tersebut (Pudjiadi, 2005).
B.     Penyebab Kekurangan Energi Protein
Penyebab langsung adalah asupan gizi dan penyakit infeksi. Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering menderita diare atau demam, akhirnya akan menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makanannya tidak cukup (jumlah dan mutunya) maka daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian akan mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang gizi/gizi buruk.
Penyebab tidak langsung adalah ketahanan pangan tingkat keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah   kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan. Ketiga factor penyebab tidak langsung saling berkaitan dengan tingkat pendidikan,pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan keterampilan kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada, demikian juga sebaliknya.
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga tersebut sehinggatidak perlu dibeli. Namun  tidak semua keluarga dapat memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu. Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan demikian, dapat dikatakan ketahanan pangan keluarga ini rawan karena tidak mampu memberikan makanan yang baik bagi bayinya sehingga berisiko tinggi menderita gizi buruk.
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau dimasyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan merupakan kendala masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak.
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung penyebab gizi kurang, berkaitan dengan pokok masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional. Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidakberdayaan masyarakat dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidaktahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidakmampuan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia.
C.    Jenis – Jenis kekurangan Energi Protein
1.      Kwashiorkor
Definisi kwashiorkor
kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis.
    Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini, pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan bidang industrinya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams pada rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada tahun 1933 melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi dari nutrien apa. Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi penyebabnya.
    Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor maupun marasmus.
Penyebab penyakit kwashiorkor
Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun ,namun dapat pula terjadi pada bayi .Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain.
Penyakit ini banyak terdapat anak dari golongan penduduk yang berpenghasilan rendah. Ini dapat dimengerti karena protein yang bermutu baik terutama pada bahan makanan yang berasal dari hewan seperti protein, susu, keju, telur, daging, dan ikan. Bahan makanan tersebut cukup mahal , sehingga tidak terjangkau oleh mereka yang berpenghasilan rendah. Akan tetapi faktor ekonomi bukan merupakan satu-satunya penyebab penyakit ini. Ada berbagai protein nabati yang bernilai cukup baik, misalnya kacang kedele, kacang hijau, dan sebagainya, akan tetapi karena tidak diketahui atau tidak disadari, bahan makanan tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya. Pengetahuan yang kurang tentang nilai bahan makanan, cara pemeliharaan anak, disamping ketakhyulan merupakan faktor tambahan dari timbulnya penyakit kwashiorkor. Keadaan higiene yang buruk, sehingga mereka mudah dihinggapi infeksi dan infestasi parasit dan timbulnya diare mempercepat atau merupakan trigger mechanisme dari penyakit ini.
Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau ketidak tahuan (kurang nya edukasi) yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik.
Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain memepersulit pola-pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala utama malnutrisi protein disebabkan oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai biologik yang baik.Bisa juga terdapat gangguan penyerapan protein,misalnya yang dijumpai pada keadaan diare kronik,kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,perdarahan atau luka-luka bakar serta kegagalan melakukan sintesis protein , seperti yanga didapatkan pula pada penyakit hati yang kronis.
Gejala – gejala penyakit kwashiorkor
Pada kwashiorkor, terjadi edema dan perlemakan hati yang disebabkan gangguan metabolik dan perubahan sel. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup. Namun, kekurangan protein akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis.
Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebabnya kurang pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema . Perlemakan hati disebabkan gangguan pembentukan lipoproteinbeta sehingga transportasi lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
Manifestasi dini pada kwashiorkor cukup samar-samar mencakup letargi,apati, dan iritabilitas. Manifestasi lanjut yang berkembang dapat berupa pertumbuhan yang tidak memadai, kurangnya stamina, hilangnya jaringan otot, menjadi lebih peka terhadap serangan infeksi dan edema. Nafsu makan berkurang ,jaringan bawah kulit mengendor dan lembek serta ketegangan otot menghilang. Pembesaran hati dapat terjadi secra dini atau kalau sudah lanjut, infiltrasi lemak lazim ditemukan. Edema biasanya terjadi secara dini,kegagalan mencapai penambahan BB ini dapat terselubungi oleh edema yang terjadi ,yang kerap kali telah terdapat pada organ-organ dalam,sebelum ia dapat terlihat pada muka dan anggota gerak.
a.       Wujud Umum
Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema.
b.      Retardasi Pertumbuhan
Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat.
c.       Perubahan Mental
Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif.
d.      Edema
Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH.
e.       Kelainan Rambut
Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai (texture), maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang.
f.       Kelainan Kulit
Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi.
g.       Kelainan Gigi dan Tulang
Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
h.      Kelainan Hati
Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik.
i.        Kelainan Darah dan Sumsum Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit ( ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen.
j.        Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain
Perlemakan banyak terjadi pada pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus.
k.      Kelainan Jantung
Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia.
l.        Kelainan Gastrointestinal
Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofivilli mukosa usus halus.
Dermatitis juga lazim ditemukan.Penggelapan kulit terjadi pada tempat-tempat yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerah-daerah yang terkena sinar matahari.. Rambutnya biasanya jarang dan halu-halus serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-anak yang berambut gelap dapat terlihat jalur-jalur rambut berwarna merah atau abu-abu.Otot-otonya tampak lemah dan atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak dibawah kulit yang berlebihan.
Komplikasi pada penyakit kwashiorkor
Komplikasi Kwashiorkor
Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya system imun. Tinggi maksimal dan kemampuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistic emngemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anank-anak) dapat menurunkun IQ secara permenen.
a.       Komplikasi jangka pendek :
- Hipoglikemia
- Hipotermi
- Dehidrasi
- Gangguan funfsi vital
- Gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa
- Infeksi berat
- Hambatan penyembuhan penyakit penyerta
b.       Komplikasi jangka panjang :
- Tubuh pendek
- Berkurangnya potensi tumbuh kembang
Pencegahan penyakit kwashiorkor
Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang tepat dari karbohidrat, lemak (minimal 10% dari total kalori), dan protein (12 % dari total kalori). Sentiasa mengamalkan konsumsi diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak dan protein bisa mencegah terjadinya kwashiorkor. Protein terutamanya harus disediakan dalam makanan. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan. Bisa juga mendapatkan protein dari protein nabati seperti kacang ijo dan kacang kedelei.
2.      Marasmus
Definisi Marasmus
Marasmus adalah istilah yang digunakan bagi gejala yang timbul bila anak menderita kekurangan energi (kalori) dan kekurangan protein. Kuashiorkor hanya mengalami kekurangan protein, sedang energinya cukup. Penderita marasmus sangat kurus, sedang penderita kwashiorkor kelihatan kurus. Ciri-ciri klinis marasmus :
a)      Anak kurus, tinggal terbungkus kulit,
b)      Wajah seperti orang tua,
c)      Cengeng rewel,
d)      Lapisan lemak bawah kulit sangat sedikit => kulit mudah diangkat, kulit terlihat longgar, kulit paha berkeriput,
e)       Otot menyusut (wasted), lembek,
f)       Tulang rusuk tampak terihat jelas,
g)      Terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant),
h)      Ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol, mata besar dan dalam,
i)        Tekanan darah, detak jantung pernafasan berkurang.
Penyebab Marasmus
Penyebab Marasmus :
Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori protein yang berat. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab – sebab marasmus antara lain :
a)      Masukan makanan yang kurang                                                    Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan, akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b)      Infeksi, Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantile gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.         
c)      Kelainan struktur bawaan                                                             Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
d)     Prematuritas dan penyakit pada masa neonates                                        Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat.
e)       Pemberian ASI                                                                             Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.
f)        Gangguan metabolic                                           
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.
g)      Tumor hypothalamus                                                       
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan.
h)      Penyapihan                                                           
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
i)        Urbanisasi                                    
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.

Gejala Penyakit Marasmus
Marasmus
a)      Perubahan psikis , anak menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum.
b)      Pertumbuhan berkurang atau terhenti.
c)      Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan    kulit keriput.
d)      Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e)      Hipotoni akibat atrofi otot
f)       Perut buncit
g)      Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h)      Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.


D.    Penanggulangan kekurangan energy protein
Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tanda-tanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut :
·         Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
·         Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya.
·         Balita KEP berat : harus dirawat inap di RS dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
Kegiatan penanggulangan KEP balita meliputi :
a)      Penjaringan balita KEP yaitu kegiatan penentuan ulang status gizi balita beradsarkan berat badan dan perhitungan umur balita yang sebenarnya dalam hitungan bulan pada saat itu.Cara penjaringan yaitu balita dihitung kembali umurnya dengan tepat dalam hitungan bulan, balita ditimbang berat badannya dengan menggunakan timbangan dacin, berdasarkan hasil perhitungan umur dan hasil pengukuran BB tersebut tentukan status gizi dengan KMS atau standar antropometri.
b)      Kegiatan penanganan KEP balita meliputi program PMT balita adalah program intervensi bagi balita yang menderita KEP yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan zat gizi balita gar meningkat status gizinya sampai mencapai gizi baik (pita hijau dalam KMS), pemeriksaan dan pengobatan yaitu pemeriksaan dan pengobatan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit penyerta guna diobati seperlunya sehingga balita KEP tidak semakin berat kondisinya, asuhan kebidanan/keperawatan yaitu untuk memberikan bimbingan kepada keluarga balita KEP agar mampu merawat balita KEP sehingga dapat mencapai status gizi yang baik melalui kunjungan rumah dengan kesepakatan keluarga agar bisa dilaksanakan secara berkala, suplementasi gizi/ paket pertolongan gizi hal ini diberikan untuk jangka pendek. Suplementasi gizi meliputi : pemberian sirup zat besi; vitamin A (berwarna biru untuk bayi usia 6-11 bulan dosis 100.000 IU dan berwarna merah untuk balita usia 12-59 bulan dosis 200.000 IU); kapsul minyak beryodium, adalah larutan yodium dalam minyak berkapsul lunak, mengandung 200 mg yodium diberikan 1x dalam setahun.
c)      Balita KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi ASI sampai 3 tahun.
d)     Balita KEP sedang;
Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya.
Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya.
Adapun penanggulangan lainnya pada penderita KEP yaitu :
1.      Jangka pendek
a)      Upaya pelacakan kasus melalui penimbangan bulanan di posyandu
b)      Rujukan kasus KEP dengan komplokasi pengakit di RSU
c)      Pemberian ASI Eklusif untuk bayi usia 0-6 bulan
d)     Pemberian kapsul vitamin A
e)      Pemberian makanan tambahan (PMP)
f)       Pemulihan bagi balita gizi buruk dengan lama pemberian 3 bulan
g)      Memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) bagi balita keluarga miskin usia6-12 bulan
h)      Promosi makanan sehat dan bergizi
2.      Jangkah menengah
a)      Revitalisasi Posyandu
b)       Revitalisasi Puskesmas
c)      Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
3.      Jangkah panjang
a)      Pemberdayaan masyarakat menuju Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
b)      Integrasi kegiatan lintas sektoral dengan program penanggulangan kemiskinan dan ketahanan pangan.
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein ( KEP ) juga dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan protein. Secara umun dikenal dua jenis protein yaitu protein yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan makanan yang terbuat dari kacang (Elly Nurachmah, 2001:15).
  Protein kacang-kacangan mempunyai nilai gizi lebih rendah
dibandingkan dengan protein dari jenis daging (protein hewani). Namun, kalau beberapa jenis protein nabati dikombinasikan dengan perbandingan yang tepat, dapat dihasilkan campuran yang mempunyai nilai kualitas protein lengkap. Selain itu, sumber protein nabati juga lebih murah harganya dibandingkan dengan sumber protein hewani, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli sebagian masyarakat (Achmad Djaeni, 1999:120)
Tempe adalah makanan khas Indonesia. Menurut Anggrahini (1983)
dalam Novalia Anggraini (2007), tempe merupakan sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi yang tinggi daripada bahan dasarnya. Tempe dibuat dengan cara fermentasi yaitu dengan menumbuhkan kapang Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulitnya. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan. Kedelai kering mengandung protein 34,9% tiap 100 gr, sedangkan kedelai basah mengandung protein sebanyak 30,2% tiap 100 gr (Achmad
Djaeni, 1999:121).  Tempe dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat dengan konsumsi rata-rata per hari per orang 4,4 gr sampai 20,0 gr. Tempe dapat diperhitungkan sebagai sumber makanan yang baik gizinya karena mempunyai kandungan protein, karbohidrat, asam lemak esensial, vitamin dan mineral (Novalia Anggraini, 2007).
Sedangkan Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh.
Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat
menyebabkan obesitas. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah lain, terutama pada bayi. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan protein akan
menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah,
kenaikan ureum darah dan demam(Sunita, 2003:104).







BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam  makanan sehari-hari atau gangguan penyakit –penyakit tertentu. Anak tersebut kurang energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80 % indek berat badan/umur baku standar,WHO –NCHS.
KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak sehingga penyakit ini sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih.
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu KEP ringan, sedang, dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.


B.   Saran
Mencegah lebih baik daripada mengobati.Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya KEP, maka yang harus kita ubah mulai sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur, dengan memperhatikan gizi yang seimbang serta juga memperhatikan lingkungan yang sehat sehingga dapat menunjang kedepannya. Jika kita membiasakan hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.























DAFTAR PUSTAKA
Edwin, saputra suriadi. 2009. kejadian KEP. fkm UI Jakarta
Arisman. 2009. Buku ajar ilmu gizi dari gizi dalam daur kehidupan. Jakarta; buku kedokteran EGC
Suprianta. Akses 31 maret 2013. www.slideshare.net
Syafiq, ahmad. 2011. Gizi dan kesehatan masyarakat. Jakarta; rajawali pers
Artonang evawani. 2004. Kurang energi protein. Medan; USU digital library
Abdoerrachman, et al. 1981. Buku Kumpulan Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Bagian I. Jakarta : FKUI. pp 385-423
Aritonang, Evawany. 2000. Kurang Energi Protein (Protein Energy Malnutrition). In : http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkmgizi-evawany.pdf. [29 April 2008]
Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo. 2006. Penanggulangan Gizi Buruk. In : http://www.dinkespurworejo.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=4. [29 April 2008]
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Alih bahasa : Andy Setiawan et al. Jakarta : EGC. p 1909
Dwyer, Johanna. 2007. Nutrition. In : Harison’s Principles of Internal Medicine vol II ed 14th. Editors : Braunwald Issebacher Fauci. pp 451-461
Jelliffe, DB. 1994. Kesehatan Anak di Daerah Tropis Edisi 4. Jakarta : Bumi Aksara. pp 49-62
Paryanto, Endy. 2007. Protein-Energy Deficiency. In : Buku Kumpulan Kuliah Blok 16 Endokrinologi, Metabolisme, dan Nutrisi FKUGM. Editor : Health Study Club. Yogyakarta
Tim Field Lab. 2008. Ketrampilan Pemantauan Status Gizi Balita. Surakarta : UNS


Tidak ada komentar:

Posting Komentar